LAPORAN PENDAHULUAN
HEMOROID
I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/ deskripsi penyakit
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid
sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe
hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali
atau memperberat adanya hemoroid. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hemoroid merupakan
gangguan sirkulasi darah yang berupa pelebaran pembuluh (dilatasi) vena pada
anus dan rektal. Pembuluh darah tersebut disebut sebagai venecsia atau varises
di daerah anus atau perianus. Pelebaran pembuluh darah tersebut terjadi
disebabkan karena bendungan darah dalam susunan pembuluh darah vena dan tidak
hanya melibatkan pembuluh darah, tetapi juga melibatkan jaringan lunak dan otot
sekitar anorektal (Smeltzer, 2001).
Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid
seringkali dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang
dihubungkan dengan diare, sering mengejan, pembesaran prostat, fibroid uteri,
dan tumor rectum. Komplikasi dapat menyebabkan nyeri hebat, gatal dan
perdarahan rectal (Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).
Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang
benar-benar berlebihan untuk penderita yang mengalami keluhan menaun dan pada
penderita hemoroid derajat III dan IV (Sjamsuhidayat dan Jong, 2000).
1.2
Etiologi
1. Beberapa penyebab dari munculnya hemoroid menurut
Sjamsu hidayat &
Jong (2004) yaitu:
a. Usia, degenerasi
dari seluruh jaringan tubuh sehingga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
b. Kehamilan, janin
pada uterus, serta perubahan hormonal menyebabkan pembuluh darah hemorodialis
meregang dan dapat diperparah ketika terjadi tekanan saat persalinan.
c. Konstipasi, dapat
terjadi jika feses terlalu kering yang timbul akibat defekasi terlalu lama dan
jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal,
sehingga feses tetap menjadi kering dan keras.
d. Pekerjaan, seperti
pekerjaan yang mengharuskan berdiri atau duduk terlalu lama dan mengangkat
beban yang berat memiliki faktor predisposisi untuk terjadi hemoroid.
e. Hereditas,
menurunkan kelemahan dinding pembuluh darah.
f. Nutrisi, kurang
mengkonsumsi makanan berserat
g. Obesitas
2. Faktor
predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi, sedangkan
sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial
dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya faktor
etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut
Tambayong (2000) faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid.
Hemoroid berdarah mungkin akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena
yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis,
ulserasi, dan perdarahan, sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering
tampak sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002)
hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai
tipe hemoroid berdasarkan vena yang melebar, mengawali atau memperberat adanya
hemoroid.
1.3 Tanda
gejala
1.
Tanda
a.
Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.
Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.
b.
Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.
2.
Gejala
a.
Anemia dapat terjadi karena perdarahan
hemoroid yang berulang.
b.
Jika hemoroid bertambah besar dapat
terjadi prolap awalnya dapat tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus
memasukkan sendiri setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana
tidak dapat dimasukkan.
c.
Keluarnya mucus dan terdapatnya
feces pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap.
d.
Rasa gatal karena iritasi perianal
dikenal sehingga pruritis anus rangsangan mucus.
1.4 Patofisiologi
Distensi vena
awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus, karena vena ini
berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban. Namun apabila
distensi terus-menerus akan terjadi gangguan vena berupa pelebaran-pelebaran
pembuluh darah vena. Distensi tersebut bisa disebabkan karena adanya sfingter
anal akibat konstipasi, kehamilan, tumor rektum, pembesaran prostat. Penyakit
hati kronik yang dihubungkan dengan hipertensi portal sering mengakibatkan
hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam sistem
portal. Selain itu portal tidak memiliki katub sehingga mudah terjadi aliran
balik. Fibroma uteri juga bisa menyebabkan tekanan intra abdominal sehingga
tekanan vena portal dan vena sistemik meningkat kemudian ditransmisi daerah
anarektal. Aliran balik dan peningkatan tekanan vena tersebut di atas yang
berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot sekitarnya sehingga vena
prolap dan menjadi hemoroid.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat
memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses
yang keras secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap
bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami
prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin
membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama
ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan
tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid
disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah
di bawahnya (Price & Wilson, 2005).
1.5 Pemeriksaan
Penunjang
a.
Inspeksi
1. Hemoroid
eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung thrombus.
2. Hemoroid
interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.
3. Untuk
membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b. Rectal touch
1. Hemoroid
interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila sudah ada
fibrosis
2. Rectal touch diperlukan
untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma recti.
3. Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.
1.6 Komplikasi
a. Terjadi
trombosi
Karena hemoroid keluar
sehinga lama – lama darah akan membeku dan terjadi trombosis.
b. Peradangan
Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan meradang karena disana banyak kotoran. Terjadinya perdarahan
Pada derajat satu darah keluar menetes dan memancar. Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi(inkarserata/ terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.
Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan meradang karena disana banyak kotoran. Terjadinya perdarahan
Pada derajat satu darah keluar menetes dan memancar. Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi(inkarserata/ terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.
1.7 Klasifikasi
A. Klasifikasi
Menurut Price & Wilson (2005), hemoroid
dibagi menjadi beberapa klasifikasi diantaranya :
1.
Hemoroid internal
Pada hemoroid jenis
ini terjadi pembengkakan pleksus hemorodialis interna yang kemudian terjadi
peningkatan yang berhubungan dalam massa jaringan yang mendukungnya, lalu
terjadi pembengkakan vena. Hemoroid interna dikelompokkan dalam derajat I, II,
III dan IV sebagai berikut :
a.
Derajat I :
Apabila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus dan
hanya dapat dilihat dengan anorektoskop
b.
Derajat II : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri
ke dalam anus secara spontan
c.
Derajat III : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan dapat masuk kembali ke
dalam anus dengan bantuan dorongan jari
d.
Derajat IV : Prolaps hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung untuk
mengalami trombosis dan infark
2. Hemoroid eksternal
Benjolan pada hemoroid ini terletak dibawah linea pectinea.
Hemoroid eksterna dibagi menjadi :
a. Hemoroid akut : Pembengkakan bulat
kebiruan pada pinggir anus dan merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering
terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri.
b. Hemoroid kronis atau
skin tag : Hemoroid ini berupa satu
atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit
pembuluh darah.
1.8 Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi
hemoroid yaitu untuk derajat I dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor
penyebab, misalnya saat konstipasi dengan menghindari mengejan berlebihan
saat BAB. Memberi nasehat untuk diit tinggi serat, banyak makan sayur, buah dan
minum air putih paling sedikit 2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara
teratur, serta kurangi makan makanan yang merangsang dan daging, menjaga
hygiene daerah anorektal dengan baik, jika ada infeksi beri antibiotika
peroral. Bila terdapat nyeri yang terus-menerus dapat diberikan suppositoria,
untuk melancarkan defekasi, dapat diberikan cairan parafin atau larutan
magnesium sulfat 10%. Bila dengan pengobatan di atas tidak ada perbaikan,
diberikan terapi skleroting (sodium moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan
dilakukan antara mukosa dan varices, dengan harapan timbul fibrosis dan
hemoroid mengecil. Kontraindikasi pengobatan ini adalah hemoroid eksterna,
radang dan adanya fibrosis hebat di sekitar hemoroid interna. Pada hemoroid
derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara bertahap. Apabila
terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan operasi. Pada derajat
III dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain yang dapat dilakukan adalah
operasi, bila ada peradangan diobati dahulu. Teknik operasi pada hemoroid
antara lain :
a.
Prosedurligasi pita-karetProsedur
ligasi pita-karet dengan cara melihat hemoroid melalui anoscop dan bagian
proksimal diatas garis mukokutan di pegang dengan alat. Kemudian pita karet
kecil diselipkan diatas hemoroid yang dapat mengakibatkan bagian distal
jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas.
Tindakan ini memuaskan pada beberapa pasien, namun pasien yang lain merasakan
tindakan ini menyebabkan nyeri dan menyebabkan hemoroid sekunder dan
infeksi perianal.
b.
Hemoroidektomi kriosirurgi
Metode ini
dengan cara mengangkat hemoroid dengan jalan membekukan jaringan hemoroid
selama beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu. Tindakan ini sangat kecil
sekali menimbulkan nyeri. Prosedur ini tidak terpakai luas karena
menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan
lama sembuh.
c.
Laser Nd: YAG
Metode ini
telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama hemoroid
eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang
menjadi komplikasi pada periode pasca operatif.
d.
Hemoroidektomi
Hemoroidektomi
atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang
terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil
dimasukkan melaui sfingter untuk memungkinkan untukkeluarnya flatus dan darah. Untuk Terapi setelah operasi dapat dilakukan
dengan cara suppositoria yang mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan
astrigent. Tiga hari post operasi diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB.
Jika sebelum tiga hari ingin BAB, tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat
(370C) dengan perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit. Setelah BAB,
lalu dipasang lagi tampon baru. Jika setelah tiga hari post operasi pasien
belum BAB diberi laxantia. Berikan rendaman duduk dengan larutan PK hangat (370C),
perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit sampai dengan 1-2 minggu post operasi. Pada
penatalaksanaan hemoroid tingkat IV dapat dilakukan dengan istirahat baring dan
juga operasi. Bila ada peradangan diobati dahulu.
1.10 Pathway Post
Hemoroidektomi
RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMOROID
2.1
Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
1)
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, gol. Darah, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.
2)
Keluhan utama
Meliputi keluhan yang dirasakan klien/
alasan masuk RS yang mengganggu kenyamanan dan kesehatan klien.
3)
Riwayat penyakit
sekarang
Pasien di temukan pada beberapa minggu hanya ada benjolan yang
keluar dan beberapa hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes
Pasien di temukan pada beberapa minggu hanya ada benjolan
yang keluar dan beberapa hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes
4)
Riwayat penyakit
dahulu
Apakah
pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh / terulang kembali. Pada pasien
dengan hemoroid bila tidak di lakukan pembedahan akan kembali RPD, bisajuga di
hubungkan dengan penyakit lain seperti sirosis hepatis.
5)
Riwayat penyakit
keluarga
Apakah ada anggota keluaga yang
menderita
penyakit
tersebut.
6) Riwayat psikososial
Mengenai biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan, apabila biayanya mahal kemungkinan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran klien serta keluarga.
2.1.2 Pemeriksaan
fisik: Data Fokus
Pasien di baringkan dengan posisi menungging dengan kedua kaki
di tekuk
dan
menempel
pada
tempat
tidur.
a.
Inspeksi
Pada insfeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus Apakah ada benjolan tersebut terlihat pada saat prolapsi. Bagaimana warnaya, apakah kebiruaan,
kemerahan, kehitaman
Apakah
benjolan
tersebut
terletak di luar (Internal / Eksternal ).
b.
Palapasi
Dapat dilakuakan dengan menggunakan sarung tangan +
vaselin
dengan
melakuakan rectal tucher, dengan memasukan satu jari kedalam
anus. Apakah
ada
benjolan
tersebut
lembek, lihat
apakah
ada
perdarahan.
2.1.3 Pemeriksaan
Penunjang
a.
Inspeksi
1. Hemoroid
eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung thrombus.
2. Hemoroid
interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.
3. Untuk
membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b.
Rectal touch
1. Hemoroid
interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila sudah ada
fibrosis
2. Rectal touch
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma recti.
3. Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.
2.1 Diagnosa
Keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1: Nyeri b.d gangguan pd jaringan kulit
2.2.1 Definisi
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan
mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat
diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6
bulan.
2.2.2 Batasan
karakteristik
a.
Laporan
secara verbal atau non verbal
b.
Fakta dari
observasi
c.
Posisi
antalgi untuk menghindari nyeri
d.
Gerakan
melindungi
e.
Tingkah
laku berhati-hati
f.
Muka topeng
g.
Gangguan
tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
h.
Terfokus
pada diri sendiri
i.
Fokus
menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan)
j.
Tingkah
laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
k.
Respon
autonom (seperti perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
l.
Perubahan
autonomik dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
m.
Tingkah
laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
n.
Perubahan
dalam nafsu makan dan minum
2.2.3 Faktor
yang berhubungan
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
Diagnosa
2:Konstipasi berhubungan dengan hemoroid
2.2.4 Definisi
Penurunan frekuensi
normal defekasi yang disertai pengeluaran feses yang sulit atau pengeluaran
feses yang sangat keras dan kering.
2.2.5 Batasan
karakteristik
Perasaan
penuh atau tekanan pada rektum
Nyeri saat
defekasi
Darah
merah segar disertai pengeluaran feses
Feses yang
kering, keras dan padat
2.2.6 Faktor
yang berhubungan
a.
Fungsional
Kelemahanotot abdomen
Aktivitas fisik yang tidak memadai
Kebiasaan defekasi yang tidak teratur
b.
Psikolgis
Depresi
Stres emosi
c. Farmakologis
Antidepresan
Kalsium karbonat
Diuretik
Sedatif, dll
d. Mekanis
Ketidakseimbangan elektrolit
Hemoroid
Kerusakan neurologis
Prolaps rektum, dll
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1:Nyeri b.d gangguan pd jaringan kulit
2.3.1 Tujuan
dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a.
Mampumengontrolnyeri
(tahupenyebabnyeri, mampumenggunakantehniknonfarmakologiuntukmenguranginyeri,
mencaribantuan)
b.
Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c.
Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d.
Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang
e.
Tanda vital
dalamrentang normal
2.3.2
Intervensi
keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
Pain management
a. Lakukanpengkajiannyerisecarakomprehensiftermasuklokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitasdanfaktorpresipitasi
b. Observasireaksi nonverbal dariketidaknyamanan
c. Gunakanteknikkomunikasiterapeutikuntukmengetahuipengalamannyeripasien
d. Evaluasipengalamannyerimasalampau
e. Evaluasibersamapasiendantimkesehatan lain
tentangketidakefektifankontrolnyerimasalampau
f. Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
g. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
h. Kurangifaktorpresipitasinyeri
i.
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
j.
Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk menentukan intervensi
k. Ajarkantentangteknik non farmakologi
l.
Berikananalgetikuntukmenguranginyeri
m. Evaluasikeefektifankontrolnyeri
n. Tingkatkanistirahat
o. Kolaborasikan
dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
p. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesik Administration
a.
Tentukan
lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
b.
Cek instruksi
dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
c.
Cekriwayatalergi
d.
Pilihanalgesik
yang diperlukanataukombinasidarianalgesikketikapemberianlebihdarisatu
e.
Tentukan
pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
f.
Tentukan
analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
g.
Pilih rute
pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
h.
Monitor
vital sign sebelumdansesudahpemberiananalgesikpertama kali
i.
Berikan
analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
j.
Evaluasiefektivitasanalgesik,
tandadangejala (efeksamping)
Diagnosa 2 : Konstipasi berhubungan dengan
hemoroid
2.3.3 Tujuan
dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
a. Konstipasi menurun, dibuktikan oleh defekasi
(menyebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami
gangguan):
pola
eliminasi (dalam rentang yang diharapkan)
feses
lunak dan berbentuk
mengeluarkan
feses tanpa bantuan
b. melaporkan keluarnya feses disertai
berkurangnya nyeri dan mengejan
c. memperlihatkan hidrasi yang adekuat (mis,
turgor kulit baik, asupan cairan kira-kira sama dengan haluaran)
2.3.4 Intervensi
keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
a. Kaji
dan dokumentasikan:
warna,
konsistensi feses pasca operasi
frekuensi,
keluarnya flatus
ada
atau tidak adanya bising usus dan distensi abdomen
R: konstipasi dapat dipantau dan
diatasi untuk mengontrol infeksi pascaoperasi
b. Ajarkan kepada pasien tentang efek diet (mis,
cairan dan serat)
R: membantu dalam
proses eliminasi
c. Konsultasikan kepada ahli gizi untuk
meningkatkan serat dan cairan dalam diet
R:
menambah asupan yang tinggi serat dan mempercepat serta melancarkan proses
eliminasi
d. berikan privasi dan keamanan untuk pasien
selama eliminasi defekasi
R:
pasien merasa nyaman dan proses perawatan yang baik tercapai
2.4 Evaluasi
2.4.1 Nyeri
S : -Klienmengatakannyerinyaberkurang
-Klienmengatkanseleramakannyabaik
O : -Tekanandarahklien normal
-Frekuensijantungklien normal
-Frekuensipernafasanklien normal
A :Masalahteratasi
P :Intervensidihentikan
1.4.2
Konstipasi
S : -Klienmengatakandapatmelakukaneliminasi
defekasi lancar, lunak, warna normal, dan dapat flatus
O : -Klien terlihat tidak ada distensi
pada abdomennya dan tidak ada nyeri
A :Masalahteratasi
P :Intervensidihentikan
III. Daftar
Pustaka
Alimul, H. A. A. 2007. Riset
keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Basuki, Ngudi. 2007. Pengaruh teknik
distraksi dan relaksasi terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien fraktur
ekstremitas bawah.
Carpenito, L. J. 2001. Buku saku
diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan
patologi anatomi. Edisi2. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2000. Buku saku
patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E. 2000. Rencana asuhan
keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta:
EGC.
Guyton, A. C. Hall, S. E. 1997.
Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2000.
Buku ajar ilmu bedah, Editor: R. Syamsuhidajat, W. D. Jong, Edisi revisi.
Jakarta:EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Aeskulapius.
Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Aeskulapius.
Nanda. 2011. Pedoman diagnosa
keperawatan, Alih Bahasa Budi Sentosa.Jakarta:Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit,
Trans.) Jakarta: EGC.
Suddarth, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah (8 ed., Vol. 3). Jakarta: EGC.
0 komentar:
Posting Komentar