Laporan Pendahuluan Hemoroid

LAPORAN PENDAHULUAN
HEMOROID

I.     Konsep Penyakit
       1.1 Definisi/ deskripsi penyakit
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hemoroid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa pelebaran pembuluh (dilatasi) vena pada anus dan rektal. Pembuluh darah tersebut disebut sebagai venecsia atau varises di daerah anus atau perianus. Pelebaran pembuluh darah tersebut terjadi disebabkan karena bendungan darah dalam susunan pembuluh darah vena dan tidak hanya melibatkan pembuluh darah, tetapi juga melibatkan jaringan lunak dan otot sekitar anorektal (Smeltzer, 2001).
Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid seringkali dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang dihubungkan dengan diare, sering mengejan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum. Komplikasi dapat menyebabkan nyeri hebat, gatal dan perdarahan rectal (Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).
Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan untuk penderita yang mengalami keluhan menaun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV (Sjamsuhidayat dan Jong, 2000).

1.2 Etiologi
1.    Beberapa penyebab dari munculnya hemoroid menurut Sjamsu hidayat & Jong (2004) yaitu:
a.    Usia, degenerasi dari seluruh jaringan tubuh sehingga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
b.    Kehamilan, janin pada uterus, serta perubahan hormonal menyebabkan pembuluh darah hemorodialis meregang dan dapat diperparah ketika terjadi tekanan saat persalinan.
c.    Konstipasi, dapat terjadi jika feses terlalu kering yang timbul akibat defekasi terlalu lama dan jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal, sehingga feses tetap menjadi kering dan keras.
d.   Pekerjaan, seperti pekerjaan yang mengharuskan berdiri atau duduk terlalu lama dan mengangkat beban yang berat memiliki faktor predisposisi untuk terjadi hemoroid.
e.    Hereditas, menurunkan kelemahan dinding pembuluh darah.
f.     Nutrisi, kurang mengkonsumsi makanan berserat
g.    Obesitas

2.    Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi, sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut Tambayong (2000) faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid berdarah mungkin akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi, dan perdarahan,  sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak sewaktu defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan vena yang melebar, mengawali atau memperberat adanya hemoroid.

1.3  Tanda gejala
1.    Tanda
a.    Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna trauma oleh feces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan feces. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam, jumlahnya bervariasi.
b.    Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis dan radang.

2.    Gejala
a.    Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang.
b.    Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan.
c.    Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap.
d.   Rasa gatal karena iritasi perianal dikenal sehingga pruritis anus rangsangan mucus.

1.4  Patofisiologi
Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus, karena vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban. Namun apabila distensi terus-menerus akan terjadi gangguan vena berupa pelebaran-pelebaran pembuluh darah vena. Distensi tersebut bisa disebabkan karena adanya sfingter anal akibat konstipasi, kehamilan, tumor rektum, pembesaran prostat. Penyakit hati kronik yang dihubungkan dengan hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam sistem portal. Selain itu portal tidak memiliki katub sehingga mudah terjadi aliran balik. Fibroma uteri juga bisa menyebabkan tekanan intra abdominal sehingga tekanan vena portal dan vena sistemik meningkat kemudian ditransmisi daerah anarektal. Aliran balik dan peningkatan tekanan vena tersebut di atas yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot sekitarnya sehingga vena prolap dan menjadi hemoroid.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Price & Wilson, 2005).

1.5     Pemeriksaan Penunjang
a.    Inspeksi
1.    Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung thrombus.
2.    Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.
3.    Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b.    Rectal touch
1.    Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila sudah ada fibrosis
2.    Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma recti.
3.    Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.

1.6  Komplikasi
a.       Terjadi trombosi
Karena hemoroid keluar sehinga lama – lama darah akan membeku dan terjadi trombosis.
b.      Peradangan
Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan meradang karena disana banyak kotoran. Terjadinya perdarahan
Pada derajat satu darah keluar menetes dan memancar. Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi(inkarserata/ terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.

1.7  Klasifikasi
A.      Klasifikasi
Menurut Price & Wilson (2005), hemoroid dibagi menjadi beberapa klasifikasi diantaranya :
1.        Hemoroid internal
Pada hemoroid jenis ini terjadi pembengkakan pleksus hemorodialis interna yang kemudian terjadi peningkatan yang berhubungan dalam massa jaringan yang mendukungnya, lalu terjadi pembengkakan vena. Hemoroid interna dikelompokkan dalam derajat I, II, III dan IV sebagai berikut :
a.         Derajat I   : Apabila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus dan hanya dapat dilihat dengan anorektoskop
b.        Derajat II : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan
c.         Derajat III   : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan dapat masuk kembali ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari
d.        Derajat IV   : Prolaps hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung untuk mengalami trombosis dan infark

2.      Hemoroid eksternal
Benjolan pada hemoroid ini terletak dibawah linea pectinea. Hemoroid eksterna dibagi menjadi :
a.    Hemoroid akut                            : Pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
b.    Hemoroid kronis atau skin tag : Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah.

1.8     Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu untuk derajat I dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab, misalnya saat konstipasi dengan  menghindari mengejan berlebihan saat BAB. Memberi nasehat untuk diit tinggi serat, banyak makan sayur, buah dan minum air putih paling sedikit 2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara teratur, serta kurangi makan makanan yang merangsang dan daging, menjaga hygiene daerah anorektal dengan baik, jika ada infeksi beri antibiotika peroral. Bila terdapat nyeri yang terus-menerus dapat diberikan suppositoria, untuk melancarkan defekasi, dapat diberikan cairan parafin atau larutan magnesium sulfat 10%. Bila dengan pengobatan di atas tidak ada perbaikan, diberikan terapi skleroting (sodium moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan dilakukan antara mukosa dan varices, dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid mengecil. Kontraindikasi pengobatan ini adalah hemoroid eksterna, radang dan adanya fibrosis hebat di sekitar hemoroid interna. Pada hemoroid derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara bertahap. Apabila terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan operasi. Pada derajat III dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain yang dapat dilakukan adalah operasi, bila ada peradangan diobati dahulu. Teknik operasi pada hemoroid antara lain : 
a.          Prosedurligasi pita-karetProsedur ligasi pita-karet  dengan cara melihat hemoroid melalui anoscop dan bagian proksimal diatas garis mukokutan di pegang dengan alat. Kemudian pita karet kecil diselipkan diatas hemoroid yang dapat mengakibatkan bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas. Tindakan ini memuaskan pada beberapa pasien, namun pasien yang lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan menyebabkan hemoroid sekunder  dan infeksi perianal.
b.         Hemoroidektomi kriosirurgi
Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid dengan jalan membekukan jaringan hemoroid selama beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu. Tindakan ini sangat kecil sekali menimbulkan nyeri.  Prosedur ini tidak terpakai luas karena menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.
c.          Laser Nd: YAG
Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode pasca operatif.
d.         Hemoroidektomi
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melaui sfingter untuk memungkinkan untukkeluarnya flatus dan darah. Untuk Terapi setelah operasi dapat dilakukan dengan cara suppositoria yang mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan astrigent. Tiga hari post operasi diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB. Jika sebelum tiga hari ingin BAB, tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat (370C) dengan perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit. Setelah BAB, lalu dipasang lagi tampon baru. Jika setelah tiga hari post operasi pasien belum BAB diberi laxantia. Berikan rendaman duduk dengan larutan PK hangat (370C), perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit sampai dengan 1-2 minggu post operasi. Pada penatalaksanaan hemoroid tingkat IV dapat dilakukan dengan istirahat baring dan juga operasi. Bila ada peradangan diobati dahulu.

1.9     Pathway Pre Hemoroidektomi



                1.10 Pathway Post Hemoroidektomi



RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMOROID
2.1 Pengkajian
       2.1.1      Riwayat Keperawatan
1)        Identitas klien
       Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status perkawinan, gol. Darah, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnosa medis.
2)        Keluhan utama
Meliputi keluhan yang dirasakan klien/ alasan masuk RS yang mengganggu kenyamanan dan kesehatan klien.
3)        Riwayat penyakit sekarang
Pasien di temukan pada beberapa minggu hanya ada benjolan yang keluar dan beberapa hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes
Pasien di temukan pada beberapa minggu hanya ada benjolan yang keluar dan beberapa hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes
4)        Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh / terulang kembali. Pada pasien dengan hemoroid bila tidak di lakukan pembedahan akan kembali RPD, bisajuga di hubungkan dengan penyakit lain seperti sirosis hepatis.
5)        Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluaga yang menderita penyakit tersebut.
6)    Riwayat psikososial
       Mengenai biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan, apabila biayanya mahal kemungkinan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien serta keluarga.


2.1.2         Pemeriksaan fisik: Data Fokus
Pasien di baringkan dengan posisi menungging dengan kedua kaki di tekuk dan menempel pada tempat tidur.
a.              Inspeksi
Pada insfeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus Apakah ada benjolan tersebut terlihat pada saat prolapsi.  Bagaimana warnaya, apakah kebiruaan, kemerahan, kehitaman Apakah benjolan tersebut terletak di luar (Internal / Eksternal ).
b.             Palapasi
Dapat dilakuakan dengan menggunakan sarung tangan + vaselin dengan melakuakan rectal tucher, dengan memasukan satu jari kedalam anus. Apakah ada benjolan tersebut lembek, lihat apakah ada perdarahan.

2.1.3      Pemeriksaan Penunjang
a.         Inspeksi
1.    Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung thrombus.
2.    Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.
3.    Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b.         Rectal touch
1.    Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila sudah ada fibrosis
2.    Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma recti.
3.    Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.



2.1  Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1: Nyeri b.d gangguan pd jaringan kulit
2.2.1 Definisi
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.

2.2.2 Batasan karakteristik
a.       Laporan secara verbal atau non verbal
b.      Fakta dari observasi
c.       Posisi antalgi untuk menghindari nyeri
d.      Gerakan melindungi
e.       Tingkah laku berhati-hati
f.        Muka topeng
g.      Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
h.      Terfokus pada diri sendiri
i.        Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
j.        Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
k.      Respon autonom (seperti perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
l.        Perubahan autonomik dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
m.    Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
n.      Perubahan dalam nafsu makan dan minum

2.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)

Diagnosa 2:Konstipasi berhubungan dengan hemoroid
2.2.4 Definisi
Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai pengeluaran feses yang sulit atau pengeluaran feses yang sangat keras dan kering.
2.2.5 Batasan karakteristik
Perasaan penuh atau tekanan pada rektum
Nyeri saat defekasi
Darah merah segar disertai pengeluaran feses
Feses yang kering, keras dan padat
2.2.6 Faktor yang berhubungan
a.       Fungsional
 Kelemahanotot abdomen
Aktivitas fisik yang tidak memadai
Kebiasaan defekasi yang tidak teratur
b.      Psikolgis
Depresi
Stres emosi
                        c.  Farmakologis
                            Antidepresan
                            Kalsium karbonat
                            Diuretik
                            Sedatif, dll
                        d. Mekanis
                            Ketidakseimbangan elektrolit
                            Hemoroid
                            Kerusakan neurologis
                            Prolaps rektum, dll

2.3  Perencanaan
Diagnosa 1:Nyeri b.d gangguan pd jaringan kulit
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
a.       Mampumengontrolnyeri (tahupenyebabnyeri, mampumenggunakantehniknonfarmakologiuntukmenguranginyeri, mencaribantuan)
b.      Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c.       Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d.      Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e.       Tanda vital dalamrentang normal

2.3.2  Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
Pain management
a.  Lakukanpengkajiannyerisecarakomprehensiftermasuklokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitasdanfaktorpresipitasi
b.      Observasireaksi nonverbal dariketidaknyamanan
c.       Gunakanteknikkomunikasiterapeutikuntukmengetahuipengalamannyeripasien
d.      Evaluasipengalamannyerimasalampau
e.       Evaluasibersamapasiendantimkesehatan lain tentangketidakefektifankontrolnyerimasalampau
f.        Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
g.      Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
h.      Kurangifaktorpresipitasinyeri
i.         Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
j.        Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
k.      Ajarkantentangteknik non farmakologi
l.        Berikananalgetikuntukmenguranginyeri
m.    Evaluasikeefektifankontrolnyeri
n.      Tingkatkanistirahat
o.       Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
p.      Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesik Administration
a.       Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
b.      Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
c.       Cekriwayatalergi
d.      Pilihanalgesik yang diperlukanataukombinasidarianalgesikketikapemberianlebihdarisatu
e.       Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
f.       Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
g.      Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
h.      Monitor vital sign sebelumdansesudahpemberiananalgesikpertama kali
i.        Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
j.        Evaluasiefektivitasanalgesik, tandadangejala (efeksamping)

Diagnosa 2 : Konstipasi berhubungan dengan hemoroid
2.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
a.  Konstipasi menurun, dibuktikan oleh defekasi (menyebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami gangguan):
     pola eliminasi (dalam rentang yang diharapkan)
     feses lunak dan berbentuk
     mengeluarkan feses tanpa bantuan
b.  melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri dan mengejan
c.  memperlihatkan hidrasi yang adekuat (mis, turgor kulit baik, asupan cairan kira-kira sama dengan haluaran)
2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
a.  Kaji dan dokumentasikan:
     warna, konsistensi feses pasca operasi
     frekuensi, keluarnya flatus
     ada atau tidak adanya bising usus dan distensi abdomen
R: konstipasi dapat dipantau dan diatasi untuk mengontrol infeksi pascaoperasi
                        b.  Ajarkan kepada pasien tentang efek diet (mis, cairan dan serat)
                            R: membantu dalam proses eliminasi
                        c.  Konsultasikan kepada ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diet
                            R: menambah asupan yang tinggi serat dan mempercepat serta melancarkan proses eliminasi
                        d. berikan privasi dan keamanan untuk pasien selama eliminasi defekasi
                            R: pasien merasa nyaman dan proses perawatan yang baik tercapai
2.4 Evaluasi
2.4.1 Nyeri
S : -Klienmengatakannyerinyaberkurang
-Klienmengatkanseleramakannyabaik
O : -Tekanandarahklien normal
-Frekuensijantungklien normal
-Frekuensipernafasanklien normal
A :Masalahteratasi
P :Intervensidihentikan

1.4.2     Konstipasi
S : -Klienmengatakandapatmelakukaneliminasi defekasi lancar, lunak, warna normal, dan dapat flatus
O : -Klien terlihat tidak ada distensi pada abdomennya dan tidak ada nyeri
A :Masalahteratasi
P :Intervensidihentikan

       III.    Daftar Pustaka
Alimul, H. A. A. 2007. Riset keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah.  Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Basuki, Ngudi. 2007. Pengaruh teknik distraksi dan relaksasi terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien fraktur ekstremitas bawah.

Carpenito, L. J. 2001. Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Chandrasoma, T. 2006. Ringkasan patologi anatomi. Edisi2. Jakarta: EGC.

Corwin, E. J. 2000. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.
      
Doenges, M. E. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
      
Guyton, A. C. Hall, S. E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Jong, W. D. Syamsuhidayat, R. 2000. Buku ajar ilmu bedah, Editor: R. Syamsuhidajat, W. D. Jong, Edisi revisi. Jakarta:EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Aeskulapius.

Nanda. 2011. Pedoman diagnosa keperawatan, Alih Bahasa Budi Sentosa.Jakarta:Medika.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: EGC.

Suddarth, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol. 3). Jakarta: EGC.

0 komentar:

Posting Komentar