LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN
ULKUS GANGREN
I.
Konsep
Penyakit Ulkus Gangren
1.1
Definisi/deskripsi
penyakit Ulkus gangren
Ulkus adalah
luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian
jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus gangrene juga merupakan salah satu
gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer (Andyagreni,
2010).
Gangren adalah
proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis,
namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi
(Askandar, 2000).
Menurut pendapat
lain, gangren
adalah suatu proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis (Waspadji, 2006). Gangren diabetik adalah luka pada kaki yang merah
kehitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi pembuluh darah sedang
atau besar di tungkai. Luka gangren merupakan salah satu kornplikasi kronik DM
yang paling ditakuti oleh setiap penderita DM (Tjokroprawiro, 2007).
Jadi, ulkus
gangrene adalah salah satu komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus yang
terjadi akibat proses nekrosis disebabkan oleh infeksi yang ditandai dengan
adanya luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau busuk akibat terjadinya
sumbatan pada pembuluh darah di tungkai.
Mencuci luka merupakan
hal
pokok
untuk
meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat
proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjaadinya infeksi. Proses
pencucian
luka bertujuan
untuk
membuang
jaringan
nekrosis,
cairan
luka
yang
berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan
luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik
pada proses penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan beberapa cairan
debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis / slough
dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine
iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan
imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline.
1.2
Etiologi ulkus gangrene
Gangren terjadi akibat infeksi oleh bakteri klostridium, yang merupakan
Bakterian-aerob (tumbuh bila tidak ada oksigen). Selama
pertumbuhannya, klostridium menghasilkan gas,sehingga infeksinya disebut gas
gangren.
Gas gangren biasanya terjadi di bagian tubuh yang mengalami cedera atau
pada luka operasi. Sekitar 30% kasus terjadi secara spontan. Bakteri
klostridium menghasilkan berbagai racun, 4 diantaranya (alfa, beta, epsilon,
iota) menyebabkan gejala-gejala yang bisa berakibat fatal. Selain itu, terjadi kematian jaringan (nekrosis), penghancuran sel darah (hemolisis), vasokonstriksi dan
kebocoran pembuluh darah. Racun tersebut menyebabkan penghancuran jaringan
lokal dan gejala-gejala sistemik. Gangren disebabkan karena kematian jaringan
yang dihasilkan dari penghentian suplai darah ke organ terpengaruh.
1.3
Tanda gejala ulkus gangrene
Biasanya
di manifestasikan dengan nyeri berat tiba-tiba yang terjadi 1 sampai 4 hari
setelah cedera, nyeri disebabkan oleh gas dan edema pada jaringan cedera. Di
sekeliling luka tampak normal berwarna terang dan tegang tapi kemudian menjadi
gelap, bau busuk cairan keluar dari luka. Gas dan cairan yang tertahan
meningkatnya tekanan setempat dan mengganggu pasokan darah dan drainase otot
yang trlihat menjadi dan nekrotik.
1.3.1
Berdasarkan jenis Gangrennya gejala-gejala ini dibedakan :
1.3.1.1 Pada gangren kering akan dijumpai
adanya gejala permulaan berupa :
a.
Sakit pada daerah yang bersangkutan
b.
Daerah menjadi pucat, kebiruan dan berbecak ungu
c.
Lama-kelamaan daerah tersebut berwarna hitam
d.
Tidak teraba denyut nadi (tidak selalu)
e.
Bila diraba terasa kering dan dingin
f.
Pinggirnya berbatas tegas
1.3.1.2 Pada
gangren basah
akan dijumpai tanda sebagai berikut:
a. Bengkak pada daerah lesi
b. Tejadi perubahan warna dari merah tua menjadi hijau
yang akhirnya kehitaman
c. Dingin
d. Basah
e. Lunak
f.
Ada jaringan
nekrose yang berbau busuk, tapi bisa juga tanpa bau sama sekali.
1.4
Patofisiologi ulkus gangrene
Terjadinya masalah kaki diawali adanya
hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan
kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik
dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang
kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki
dan selanjutnya akan mempermuda terjadinya ulkus. Adanya
kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi
yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah
rumitnya pengelolaan kaki diabetes
1.5
Pemeriksaan
Penunjang Ulkus Gangren
Diagnosa
gangren diabetik ditegakkan dengan cara :
1.5.1
Anamnesis
/ gejala klinik
1.5.2
Pemeriksaan
fisik “Physis diagnostic”
1.5.3
Pemeriksaan
laboratorium.
Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan adalah :
1.5.3.1 Pemeriksaan darah
Pemeriksaan
darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl.
1.5.3.2 Urine
Pemeriksaan
didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
1.5.3.3 Kultur pus
Mengetahui
jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
1.6
Komplikasi ulkus gangrene
1.6.1
Dry gangrene
Dry
gangren terjadi ketika ada memperlambat atau hambatan dalam aliran darah ke
bagian tubuh seperti jari-jari kaki dan jari-jari. 1 Dan tipe 2 diabetes
mellitus tipe mengarah pada kering gangren karena gula darah tinggi dan
kerusakan diabetes menyebabkan pembuluh darah yang membawa darah ke jari tangan
dan kaki.
Arteriosklerosis
mengarah ke dinding-dinding arteri yang menebal atau pembentukan plak
kolesterol dan mempersempit diameter pembuluh kecil yang mengarah ke gangrene. Demikian
pula, penyakit arteri perifer mengarah ke lemak dalam arteri dan berhenti darah
dari mengalir ke jari tangan dan kaki yang mengarah ke gangrene.
Dry
gangren biasanya terbatas untuk bagian terpengaruh dan ada adalah sebuah
kawasan di kulit yang sehat hanya di luar daerah yang terkena dampak. Wilayah
yang terlibat berubah dingin, kering, dan hitam dan akhirnya jatuh. Ini disebut
mumifikasi daerah.
1.6.2
Basah
gangrene
Basah
gangren terlihat setelah cedera serius atau gigitan embun beku atau bahkan
daerah yang dibakar menjadi terinfeksi dan infeksi mengambil akar ke dalam
jaringan.
Infeksi
menyebabkan pembengkakan jaringan dan ini blok suplai darah ke daerah yang
terkena dampak membuat lebih buruk infeksi dan gangren progresif. Basah gangren
dapat menyebar lebih cepat menuju komplikasi yang mengancam jiwa seperti syok
septik jika tidak diperlakukan segera.
1.6.3
Gas
gangrene
Gangren
juga dapat disebabkan oleh bakteri khusus yang disebut Clostridium. Ini disebut
gas gangren. Ini adalah infeksi umum yang dilihat selama perang.
Necrotising
nekrotikans disebabkan ketika bakteri menyebar ke dalam kulit dan menyerang
lebih dalam jaringan.
1.6.4
Gangren
internal
Gangren
dapat juga mempengaruhi organ-organ internal ketika aliran darah ke mereka
terhalang. Ini disebut gangren internal dan dapat mempengaruhi kandung empedu
atau usus yang terperangkap dalam hernia.
1.6.5
Fournier's
gangrene
Ketika
gangren mempengaruhi penis dan alat kelamin disebut Fournier's gangren.
1.7
Penatalaksanaan ulkus gangrene
1.7.1
Penatalaksanaan medis
1.7.1.1
Memperbaiki
keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai
1.7.1.2
Pemberian
anti agregasi trombosit jika diperlukan, hipolipidemik dan anti hipertensi
1.7.1.3
Bila
dicurigai suatu gangren, segera diberikan antibiotik spektrum luas, meskipun
untuk menghancurkan klostridia hanya diperlukan penisilin.
1.7.1.4
Dilakukan
pengangkatan jaringan yang rusak. Kadang-kadang jika sirkulasi sangat jelek,
sebagian atau seluruh anggota tubuh harus diamputasi untuk mencegah
penyebaran infeksi.
1.7.1.5
Terapi
oksigen bertekanan tinggi (oksigen hiperbarik) bisa juga digunakan untuk
mengobati gangren kulit yang luas. Penderita ditempatkan dalam ruangan yang
mengandung oksigen bertekanan tinggi, yang akan membantu
membunuh klostridia.
1.7.1.6
Bersihkan
luka di kulit dengan seksama.
1.7.1.7
Waspada
akan tanda-tanda terjadinya infeksi (kemerahan, nyeri, keluarnya
cairan, pembengkakan).
1.7.2
Penalataksanaan
Keperawatan
Usaha perawatan
dan pengobatan yang
ditujukan terhadap ulkus
antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi.
Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan
antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 500 mg dan penutupan
ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik
yang dapat merata
tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan
untuk kasus DM. Menurut
Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes
Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan
tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada
beberapa komponen dalam
penatalaksanaan Ulkus:
1.7.2.1
Diet
Diet dan
pengendalian berat badan
merupakan dasar untuk
memberikan semua unsur makanan
esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan
menurunkan kadar lemak.
1.7.2.2
Latihan
Dengan latihan ini
misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa
oleh
otot
dan
memperbaiki
pemakaian kadar insulin.
1.7.2.3
Pemantauan
Dengan
melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada
penderita diabetes dapat
mengatur terapinya secara optimal.
1.7.2.4
Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan
insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan
kadar
glukosa darah sesudah
makan dan pada malam hari.
Terapi Antibiotika
biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat kuman gram positip dan gram
negatip. Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi
antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman. Faktor nutrisi
merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam penyembuhan luka.
Penderita dengan ganren diabetik biasanya diberikan diet B1 dengan nilai gizi :
yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori protein.
1.7.2.5
Pendidikan
Tujuan
dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam
melakukan
penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari
diabetes itu sendiri.
1.7.2.6
Kontrol
nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan
hipoalbuminemia akan berpengaruh
dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan
pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM
dengan selulitis atau
gangren diperlukan protein
tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi
kadar gula darah
yang besar. Pembedahan
dan pemberian antibiotika pada
abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita
dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga
kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara
total.
1.7.2.7
Stres
Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight
bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai
crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang
istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua
tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah
tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang
ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
1.7.2.8Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka
tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a.
Derajat
0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b.
Derajat
I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.
1.7.2.8
Perawatan
luka
Perawatan dengan cairan glukosa (D40%) akan menjaga
kelembaban luka (moist), mengurangi peradangan sehingga menurunkan
nyeri, merangsang sel darah putih dan menstimulasi regenerasi sel baru. Menurut
Haris (2009). Pembersihan luka secara klasik menggunakan antiseptik seperti hydrogen
peroxide, povidone iodine, acetic acid dan chlorohexadine dapat
mengganggu proses penyembuhan dari tubuh karena kandungan antiseptic tersebut
tidak hanya membunuh kuman, tapi juga membunuh leukosit yang dapat membunuh
bakteri pathogen dan jaringan fibroblast yang membentuk jaringan kulit
baru. Cara yang terbaik untuk membersihkan luka adalah dengan menggunakan
cairan saline dan untuk luka yang sangat kotor dapat digunakan water-presure.
Cairan NaCl 0.9% juga merupakan cairan fisiologis yang efektif untuk perawatan
luka karena sesuai dengan kandungan garam tubuh (Thomas, 2007). Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa cairan glukosa lebih efektif dalam menyembuhkan luka
bila dibandingkan dengan cairan garam
seperti NaCl 0.9% (Saldi, 2012).
Penyembuhan luka dapat terjadi secara cepat jika berada
dalam kondisi yang normal. Kesembuhan luka akan mengalami hambatan karena
berbagai macam gangguan dan komplikasi seperti infeksi dan insufisiensi
vaskular (Saldi, 2012). Penyembuhan secara ideal berusaha memulihkan seperti
jaringan asalnya, hal ini dilakukan dengan cara perawatan luka. Perawatan luka kronis harus mempertimbangkan
penggunaan bahan yang tepat. Teknik terbaru dalam perawatan
luka adalah dengan cara;
1)
debridemen pada
jaringan yang mati
2)
pencucian luka dan
pemberian antibiotik
Mencuci luka
merupakan hal pokok
untuk meningkatkan, memperbaiki
dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan
terjaadinya infeksi. Proses
pencucian luka bertujuan
untuk membuang jaringan
nekrosis, cairan luka
yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh
pada permukaan luka.
Cairan
yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses
penyembuhan luka (misalnya
NaCl 0,9%). Penggunaan
hidrogenperoxida, hypoclorite
solution dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan
pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan pada jaringan granulasi.
Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka
terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan
pembilasan kembali dengan saline.
3)
menjaga
keseimbangan kelembaban dengan tampon
4)
menjaga tepi
luka agar tetap bersih dan lembab. Upaya ini efektif dengan menggunakan
bahandari glukosa seperti madu atau cairan D40%. Metode ini dikenalkan oleh Dr.
Falanga (2004)yang mengembangkan teori manajemen luka kronik seperti ulkus
diabetes, yaitu menggunakanmetode TIME (tissue management, inflamation and
infection control, moisture balance epithelial advancement) (PPNI, 2010).
1.2
Pathway Gangren
II.
Rencana
asuhan klien dengan gangguan
ulkus gangren
2.1 Pengkajian
2.1.1
Riwayat
keperawatan
2.1.1.1
Keluhan
utama
Biasanya
pada klien ganggren akibat diabetes mellitus yaitu nyeri pada daerah luka
gangren, sering BAK, selalu lapar dan haus.
2.1.1.2
Riwayat
kesehatan sekarang
Merupakan
lanjutan dari keluhan utama biasanya tergantung dari ganas/tidaknya. Rasa sakit
akan bertambah bila klien banyak aktifitas, bila klien istirahat maka rasa
nyeri akan berkurang
2.1.1.3
Riwayat
kesehatan dahulu
Merupakan
faktor pencetus menuju predisposisi dari penyakit klien yang sekarang sedang
diderita oleh klien
2.1.1.4
Riwayat
kesehatan keluarga
Dalam
keluarga biasanya ada yang menderita penyakit yang sama.
2.1.2
Pemeriksaan
fisik: data focus
2.1.2.1 Pengkajian Luka
a. Lokasi dan letak luka
Pengkajian lokasi dan letak luka penting sebagai indikator terhadap
kemungkinan penyebab terjadinya luka dan memudahkan edukasi pada
pasien, sehingga kejadian luka dapat diminimalkan khususnya luka gangrene
diabetik.
b.
Stadium luka:
1)
Berdasarkan anatomi kulit (Pressure ulcers panel,
1990)
a)
Partial thickness yaitu hilangnya lapisan epidermis
hingga lapisan dermis paling atas.
b)
Full thickness yaitu hilangnya lapisan dermis hingga
lapisan subcutan.
Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya
lapisan epidermis yang hilanh
Stadium II : Hilangnya lapisan epidermis/lecet samapai
batas dermis paling atas.
Stadium III : Rusaknya lapisan dermis bagian bawah
hingga lapisan subcutan.
Stadium IV : Rusaknya lapisan subcutan hingga otot dan
tulang.
2)
Berdasarkan warna dasar luka
a)
Red : Merupakan jaringan sehat,
granulasi/epitilisasai, vaskuler baik mungkin luka akan berwana pink, merah,
merah tua.
b)
Yellow : Luka berwarna kuning mud, kuning kehijauan,
kuning tua ataupun kuning kecoklatan, merupakan jaringan mati yang lunak,
fibrinolitik, dan avaskulerisasi.
c)
Black : Jaringan nekrotik dan avaskularisasi.
3)
Stadium wagner
a)
Superficial ulcers:
-
Stadium 0: tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan
baik, tetapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol/charcot arthropathies.
-
Stadium I: hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan
kadang tampak tulang menonjol
b)
Deep ulcers :
-
Stadium II : Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang
atau tendo disertai goa
-
Stadium III : Penetrasi dalam, osteomyelitis, plantar
abses atau infeksi hingga tendon
c)
Gangren
-
Stadium IV : seluruh kaki dalam kondisi nekrotik
(ganggren).
c.
Bentuk dan ukuran luka :
Pengkajian bentuk dan ukuran luka dilakukan dengan
pengukuran 3 dimensi atau dengan photographer untuk mengevaluasi kemajuan
proses penyembuhan luka. Hal yang harus diperhatikan dalam pengkajian bentuk
dan ukuran luka adalah alat ukur yang tepat, hindari infeksi nosocomial bila
alat ukur tersebut digunakan berulang kali.
1)
Pengukuran luka dengan tiga dimensi
Pengukuran ini mempergunakan arah jarum jam. Dilakukan
dengan mengkaji panjang, lebar dan kedalaman luka, hal ini wajib dilaksanakan
oleh perawat untuk menilai ada/tidaknya goa yang merupakan ciri khas luka
gangrene diabetik. Ukur kedalaman luka dengan mempergunakan lidi kapas/pinset
steril dengan hati-hati dengan arah pengukuran searah jarum jam.
d.
Status vaskuler
1)
Palpasi
Status perkusi dinilai dengan melakukan palpasi pada
daerah tibia dan dorsalis pedis untuk menilai ada/tidaknya denyut nadi (arteri
dorsalis pedis). Pasien dengan lanjut usia terkadang sulit diraba, jalan
keluarnya dapat menggunakan alat stetoskope ultra sonic dopler.
2)
Capillary Refill
Merupakan waktu pengisian kaviler dan di evaluasi
dengan memberi tekanan pada ujung jari atau ujung kuku kaki (ekstremitas bawah,
setelah tampak kemerahan atau putih bila dilakukan penekanan pada ujung kuku.
Pada beberapa kondisi menurunnya atau bahkan hilangnya denyut nadi, pucat,
kulit dingin merupakan indikasi iskemia dengan capillary refill lebih dari 40
detik.
3)
Edema
Merupakan penilaian ada/tidaknya edema dengan
melakukan penekanan dengan jari tangan pada tulang yang menonjol umumnya pada
tibia malleolus. Kulit/jaringan yang mengalami edema tampak lebih coklat
kemerahan atau mengkilat, adanya edema menunukkan gangguan aliran darah balik
vena.
4)
Temperature kulit
Temperatur pada kulit memberi informasi tentang
kondisi perfusi jaringan dan fase inflamasi serta merupakan variable penting
dalam menilai adanya peningkatan atau penurnan perfusi jaringan terhadap
tekanan. Cara penilaian dengan melakukan palapasi/menempelkan punggung tangan
pada kulit sekitar luka dan membandingkan dengan kulit bagian lain yang sehat.
e.
Status neurologi
Pengkajian status neurologi penting pada pasien
diabetes mellitus untuk menilai fungsi motorik, sensorik dan saraf otonom. Pada
motorik lakukan inspeksi pada bentuk kaki seperti jari-jari telapak kaki yang
menonjol, adanya kalkus karena penekanan secara terus menerus yang dapat
menjadi luka. Penilaian sensorik dapat berupa baal, kesemutan dilakukan dengan
cara melakukan palpasi / sentuhan pada jari-jari satu persatu, telapak kaki dan
anjurkan pasien untuk memejamkan mata, hal ini dilakukan untuk menilai
sensitivitas pada ekstremitas bawah, slenjutnya penilaian otonom dilakukan
dengan cara inspeksi.
f.
Infeksi
Pseudomonas atau stapilococcus aureus merupakan
mikroorganisme pathogen yang paling sering muncul pada luka gangrene dan
merupakan jenis luka kronis yang terkontaminasi, adanya kolonisasi bakteri
mengindikasikan luka tersebut telah terinfeksi. Luka yang telah terinfeksi menunjukkan
adanya infeksi secara :
1)
Infeksi sistemik : pada pemeriksaan laboratorium,
adanya peningkatan jumlah leukosit lebih dari batas normal, dan peningkatan /
penurunan suhu tubuh.
2)
Lokasi infeksi
Tampak peningkatan jumlah eksudat, berbau tidak sedap,
penurunan vaskularisasi, adanya jaringan nekrotik, eritema/kemerahan pada kulit
sekitar luka, teraba hangat dan nyeri tekan setempat.
2.1.3
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan
Laboratorium
2.2 Diagnosa Keperawatan
yang mungkin muncul
Diagnosa 1: Gangguan rasa nyaman (000214)
2.2.1
Definisi
Merasa kurang nyaman, lega, dan
semourna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan, budaya dan/atau
sosial (Nanda, 2015-2017).
2.2.2
Batasan
karakteristik
2.2.2.1 Ansietas
2.2.2.2 Berkeluh kesah
2.2.2.3 Gangguan pola tidur
2.2.2.4 Gatal
2.2.2.5 Gejala distress
2.2.2.6 Gelisah
2.2.2.7 Iritabilitas
2.2.2.8 Ketidakmampuan untuk relaks
2.2.2.9 Kurang puas dengan keadaan
2.2.2.10 Menangis
2.2.2.11 Menangis
2.2.2.12 Merasa dingin
2.2.2.13 Merasa tidak nyaman
2.2.2.14 Merintih
2.2.3
Faktor yang
berhubungan
2.2.3.1 Gejala terkait penyakit
2.2.3.2 Kurang kontrol situasi
2.2.3.3 Kurang pengendalian
2.2.3.4 Kurang privasi
2.2.3.5 Program pengobatan
2.2.3.6 Stimulasi lingkungan yang
mengganggu
2.2.3.7 Sumber daya tidak adekuat
Diagnosa
2: Kerusakan integritas kulit
(00046)
2.2.4
Definisi
Kerusakan pada epidermis dan/atau
dermis (Nanda, 2015-2017)
2.2.5
Batasan
karakteristik
2.2.5.1 Benda asing menusuk permukaan kulit
2.2.5.2 Kerusakan integritas kulit
2.2.6
Faktor yang
berhubungan
2.2.6.1 Eksternal
a. Agens farmeseutikal
b. Cedera kimiawi kulit
c. Faktor mekanik
d. Hipertermia
e. Hipotermia
f. Kelembapan
g. Terapi radiasi
h. Usia ekstrim
2.2.6.2 Internal
a. Gangguan
metabolism
b. Gangguan
pigmentasi
c. Gangguan
sensasi
d. Gangguan
sirkulasi
e. Gangguan
turgor kulit
Diagnosa
3: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204)
2.2.7 Definisi
Penurunan
sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan (Nanda, 2015-2017).
2.2.8 Batasan karakteristik
2.2.8.1 Edema
2.2.8.2 Kelambatan penyembuhan luka perifer
2.2.8.3 Nyeri ekstremitas
2.2.8.4 Penurunan nadi perifer
2.2.8.5 Perubahan karakteristik kulit
2.2.8.6 Waktu pengisian kapiler
>3detik
2.2.9 Faktor yang berhubungan
2.2.9.1 Diabetes Mellitus
2.2.9.2 Gaya hidup kurang gerak
2.2.9.3 Kurang pengetahuan tentang faktor pemberat
2.2.9.4 Kurang pengetahuan tentang proses penyakit
2.2.9.5 Merokok
2.3
Perencanaan
Diagnosa 1: Gangguan
rasa nyaman
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana
keperawatan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
||||
1.
|
Gangguan rasa nyaman
|
NOC
:
Pain
level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama….. klien akan
menunjukan nyeri berkurang/hilang, dengan kriteria :
·
Terlihat tenang dan rilek
·
Tidak ada keluhan nyeri
·
Menunjukan perilaku penanganan
nyeri
|
NIC
:
Pain Management
a.
Kaji tanda-tanda vital pasien
b. Observasi keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala
0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit
nonverbal.
c.
Gunakan
kata-kata yang konsisten dengan usia dan tingkat perkembangan pasien dalam
mengkaji nyeri pasien
d.
Bantu pasien
untuk mengidentifikasi tindakan memenuhi kebutuhan rasa nyaman yang telah
berhasil dilakukan seperti, distraksi, relaksasi atau kompres hangat/ dingin
e.
Berikan posisi
yang nyaman untuk pasien
f.
Bantu pasien
untuk lebih berfokus pada aktivitas daripada nyeri/ketidaknyamanan dengan
melakukan pengalihan melaui televisi, radio atau kunjungan
g.
Kendalikan
faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (misal, suhu ruangan, cahaya dan kegaduhan)
h.
Ajarkan teknik
manajemen relaksasi dan nafas dalam.
|
a. Untuk mengetahui keadaan umum pasien
b.
Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan
program.
c.
untuk memudahkan
pasien memahami perkataan perawat dan memudahkan perawat menggali data dari
pasien.
d. keberhasilan mengatasi nyeri yang sudah dilakukan dapat di
aplikasikan kembali untuk mengurangi rasa nyeri yang diderita pasien
e.
posisi yang
nyaman dapat membuat pasien melupakan rasa nyerinya
f.
memberikan
kegiatan pada pasien akan membantu pasien melupakan rasa nyerinya.
g.
lingkungan yang tenang akan membantu pasien untuk berelaksasi
h. Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot.
|
2.3.1
Tujuan dan
Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.2
Intervensi
keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC (lihat daftar
Diagnosa 2: Kerusakan Integritas kulit (00046)
2.3.3
Tujuan dan
Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.4
Intrevensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana
keperawatan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
||||
2.
|
Kerusakan integritas kulit
|
NOC
:
Tissue
Integrity : Skin and Mucous Membranes
Wound
Healing : primer dan sekunder
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama….. kerusakan integritas kulit pasien
teratasi dengan kriteria hasil:
·
Integritas kulit yang
baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi)
·
Tidak ada luka/lesi
pada kulit
·
Perfusi jaringan baik
·
Menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
·
Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
·
Menunjukkan
terjadinya proses penyembuhan luka
|
NIC
:
Pressure Management
a.
Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar
b.
Hindari kerutan pada
tempat tidur
c.
Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan kering
d.
Mobilisasi pasien
(ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
e.
Monitor kulit akan
adanya kemerahan
f.
Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada derah yang tertekan
g.
Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
h.
Monitor status nutrisi
pasien
i.
Memandikan pasien
dengan sabun dan air hangat
j.
Observasi luka :
lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
k.
Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan perawatan luka
l.
Kolaburasi ahli gizi
pemberian diae TKTP, vitamin
m.
Cegah kontaminasi
feses dan urin
n.
Lakukan tehnik
perawatan luka dengan steril
o.
Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada luka
|
a. Agar membuat pasien merasanyaman
b. Agar membuat pasien merasa nyaman
c. Menjaga kelembapan kulit pasien
d. Menghindari decubitus
e. Mencegah terjadinya infeksi
f. Menjaga kelembapan kulit
Pasien
g. Memantau aktivitas pasien
h. Agar status pasien terpenuhi
i. Menjaga kebersihan dan membuat pasien merasa
nyaman
j. Mengobservasi tanda-tanda luka dan mencegah dari
tanda-tanda infeksi
k. Agar keluarga pasien mengerti tentang perawatan
luka
l. Membantu kesembuhan pasien
m. Mencegah terjadinya infeksi
n. Mencegah terjadinya infeksi
o. Menciptkan rasa aman dan nyaman pada pasien
|
Diagnosa 3: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204)
2.3.5
Tujuan dan
Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.6
Intrevensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana
keperawatan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
||||
3.
|
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
|
NOC
:
·
Status sirkulasi
·
Keparahan kelebihan beban cairan;
·
Fungsi sensori kutaneus;
·
Integritas jaringan:
·
Perfusi jaringan: perifer
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama….. ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer dapat terpenuhi dengan kriteria hasil:
·
Menunjukkan keseimbangan cairan,
integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa dan perfusi jaringan perifer
yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:
1)
gangguan eksterm
2)
berat
3)
sedang
4)
ringan
5)
tidak ada gangguan
·
pasien akan mendeskripsikan
rencana perawatan dirumah
·
ekstremitas bebas dari lesi
|
NIC :
a.
Lakukan pengkajian komprehensif
terhadap sirkulasi perifer
b.
Pantau tingkat ketidaknyamanan
atau nyeri saat melakukan latihan fisik
c.
Pantau status cairan termasuk
asupan dan haluaran
d.
Pantau perbedaan ketajaman atau
ketumpulan, panas atau dingin
e.
Pantau parestesia, kebas, kesemutan,
hiperestesia dan hipoestesia
f.
Pantau tromboflebitis dan
thrombosis vena profunda
g.
Pantau kesesuaian alat penyangga,
prosthesis, sepatu dan pakaian
h.
Anjurkan pasien atau keluarga
untuk memantau posisi bagian tubuh saat pasien mandi, duduk, berbaring atau mengubah
posisi
i.
Ajarkan pasien atau keluarga untuk
memeriksa kulit setiap hari untuk mengetahui perubahan integritas kulit
j.
Dorong latihan rentang pergrakan
sendi aktif dan pasif, terutama pada ekstremitas bawah, saat tirah baring
|
a. Mengetahui sirkulasi perifer pasien
b. Menjaga kenyamanan pasien
c. Agar kebutuhan cairan pasien terpenuhi
d. Mengetahui keadaan pasien
e. Mengetahui keadaan pasien
f. Mengetahui keadaan pasien
g. Mengetahui keadaan pasien
h. Menciprakan rasa nyaman pasien
i. Mencegah terjadinya infeksi
j. Melatih ROM pasien dan mencegah terjadinya
komplikasi penyakit
|
0 komentar:
Posting Komentar